4. Manusia dan Keindahan
Artikel
I Made Asdhiana | Selasa, 31 Januari 2012 | 15:47 WIB
Pendapat :
Kata keindahan berasal dari kata indah, artinya bagus,
permai, cantik, elok, molek dan sebagainya. Keidahan identik dengan kebenaran.
Keindahan kebenaran dan kebenaran adalah keindahan. Keduanya mempunyai nilai
yang sama yaitu abadi, dan mempunyai daya tarik yang selalu bertambah. Yang tidak
mengandung kebenaran berarti tidak indah. Keindahan juga bersifat universal,
artinya tidak terikat oleh selera perseorangan, waktu dan tempat, kedaerahan,
selera mode, kedaerahan atau lokal.
Apakah keindahan
Itu ?
Sebenarnya sulit bagi kita untuk menyatakan apakah keindahan itu.
Keindahan itu suatu konsep abstrak yang tidak dapat dinikmati karena tidak
jelas. Keindahan itu baru jelas jika telah dihubungkan dengan sesuatu yang
berwujud atau suatu karya. Dengan kata lain keindahan itu baru dapat dinikmati jika
dihubungkan dengan suatu bentuk. Dengan bentuk itu keindahan berkomunikasi
Menurut cakupannya orang harus membedakan
keindahan sebagai suatu kualita abstrak dan sebagai sebuah benda tertentu yang
indah. Untuk pembedaan itu dalam bahasa Inggris sering dipergunakan istilah
“beauty” (keindahan) dan “the beautiful” (benda atau hal indah). Dalam
pembatasan filsafat, kedua pengertian ini kadang-kaang dicampuradukkan saja.
Disamping itu terdapat pula perbedaan menurut luasnya pengertian; yakni
a.
keindahan dalam arti luas
b.
keindahan dalam arti estetis murni
c. keindahan dalam arti terbatas dalam
pengertiannya dengan penglihatan Keindahan alam arti luas merupakan pengertian
semula dari bangsa Yunani dulu yang didalamnya tercakup pula kebaikan. Plato
misalnya menyebut tentang watak yang indah dan hukum yang indah, sedang
Aristoteles merumuskan keindahan sebagai sesuatu yang selain baik juga
menyenangkan. Plotinus menulis tentang ilmu yang indah, kebajikan yang indah.
Orang Yunani dulu berbicara juga tentang buah pikiran yang indah dan adapt kebiasaan
yang indah. Tapi bangsa Yunani juga mengenal keindahan dalam arti estetis yang
disebutnya “symetria” untuk keindahan berdasarkan penglihatan dan harmonia
untuk keindahan berdasarkan pendengaran. Jadi pengertian keindahan
seluas-luasnya meliputi : keindahan seni, keindahan alam, keindahan moral dan
keindahan intelektual.
Bromo Bukan Hanya Lautan Pasir
I Made Asdhiana | Selasa, 31 Januari 2012 | 15:47 WIB
Tim Ekspedisi Cincin
Api Kompas menikmati keindahan alam Bromo di Desa Ngadas, Kecamatan
Poncokusumo, Kabupaten Malang, pertengahan November 2011.
Oleh: Idha Saraswati dan Amir Sodikin
Disebut upacara Karo karena upacara ini dilaksanakan pada bulan Karo menurut kalender Tengger.-- Sutomo
Pegunungan
Tengger dan Gunung Bromo tak hanya terkenal keindahan lanskapnya. Budaya orang
Tengger yang menghuni tempat itu sejak lama menjadi ”wisata” yang hidup. Salah
satunya ritual Karo.
Pertengahan
Oktober lalu, rangkaian ritual upacara Karo atau upacara pawedalan jagad yang
digelar setahun sekali itu dimulai. Gamelan ketiplung mengiringi keberangkatan
upacara penyucian pusaka tinggalan leluhur Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura,
Probolinggo, Jawa Timur, menuju tempat yang dikeramatkan warga.
Dukun
Ngadisari, Sutomo, memimpin sesepuh adat dan perangkat desa berarak melewati
gang-gang kampung. Pusaka keris, tombak, bahkan uang kuno disucikan dalam
ritual mandi kembang. Anak-anak hingga orang dewasa dengan pakaian terbaiknya
larut dalam prosesi.
Upacara
Karo merupakan persembahan korban bagi arwah leluhur, baik leluhur keluarga
dekat maupun leluhur pendiri Tengger. Para leluhur yang sudah didewatakan ini
bersemayam di Kawah Bromo. Ritual utama adalah upacara tekaning ping pitu,
yaitu memanggil arwah leluhur agar pulang ke rumah. Upacara ini bisa
berlangsung dua pekan.
Namun,
hari raya Karo tak hanya untuk para leluhur. ”Upacara itu pada dasarnya upacara
pawedalan jagad, kami memperingati lahirnya jagat. Disebut upacara Karo karena
upacara ini dilaksanakan pada bulan Karo menurut kalender Tengger,” kata
Sutomo.
Bagi
masyarakat Tengger, alam sekitar, termasuk Gunung Bromo, penting diperhatikan.
Sikap baik terhadap alam merupakan bagian dari kepercayaan mereka.
Ada
tiga hal yang diperhatikan. ”Pertama pasti Sang Hyang Widi bersama
manifestasinya, yaitu para dewa dan batara. Kedua leluhur. Ketiga leluhur
ngaluhur atau leluhur Tengger,” katanya.
Di
lereng Tengger itulah alam semesta diperingati berbarengan dengan penghormatan
kepada leluhur. Mereka meyakini upacara itu juga terkait penghormatan kepada
gunung, seperti halnya Kasada yang merupakan upacara mempersembahkan korban
secara langsung kepada gunung.
Kurang dikenal
Walau
Karo tak sebesar Kasada, upacara ini disebut-sebut sangat penting. Sebab,
menjadi indikator apakah seseorang masih menjadi orang Tengger atau tidak.
Namun, upacara ini masih asing di telinga wisatawan.
Bagi
warga Tengger, Karo merupakan hari raya yang dinanti. Kemeriahannya mirip
Lebaran bagi umat Islam. Saat Karo-lah pintu warga terbuka untuk siapa saja,
saling mengunjungi dan menjamu. Tak hanya menjamu tetangga dan sanak saudara,
tetapi juga menjamu arwah leluhur yang dipanggil pulang.
”Pada
hari Karo kami berkeliling makan di semua rumah warga. Ini tradisi lama. Para
tamu yang lewat pun kami tawari mampir. Bukan basa-basi, itu sudah adatnya,”
kata Moyo, warga Jetak.
Perkataan
Moyo bukan isapan jempol. Keramahan warga membuat wisatawan selalu ingin datang
menyaksikan Karo. Namun, konsep wisata budaya, yang mengandalkan tradisi dan
keramahan warga, ini tak bersentuhan langsung dengan industri wisata. Berbeda
dengan desa-desa lebih di atas gunung yang terlibat langsung dalam industri
wisata pesona alam Bromo yang lebih komersial, yang semua dihitung dengan
rupiah.
Andalkan alam
Budaya
dan ritual Tengger sendiri masih kalah pamor dibandingkan di Bali. Seorang
wisatawan muda asal Belanda, Ghonick, mengatakan ke Bromo karena ingin melihat
keindahan matahari terbit dan pemandangan pegunungan yang indah.
Berangkat
dari Desa Ngadisari, napas Ghonick tersengal- sengal saat tiba di puncak
Penanjakan II di Pegunungan Tengger. Penuh semangat, ia mengabadikan matahari terbit
di atas kaldera Bromo.
Selain
keindahan alam, Ghonick juga mengaku tak banyak tahu informasi lain tentang
Bromo. Berbagai adat dan ritual masyarakat Tengger tak ada dalam referensinya.
Tak seperti nama Bali yang di benaknya merupakan gabungan antara atraksi budaya
dan pesona alam.
Pelaku
industri wisata Jawa Timur, Haryono Gondosoewito, menuturkan, sejauh ini
industri wisata lebih menjual pesona alam Bromo, seperti kaldera Bromo dan
keindahan matahari terbit di Puncak Penanjakan. Brosur-brosur wisata bahkan
menyebut matahari terbit di Bromo sebagai salah satu dari tiga momen matahari
terbit terindah di dunia. Dari Penanjakan itu, wisatawan bisa melihat puncak
Gunung Batur, Kawah Gunung Bromo, dan puncak Gunung Semeru di kejauhan.
Lanskap
Tengger-Bromo memang memanjakan mata dengan beragam keindahan. Begitu mobil
gardan ganda memasuki kawasan Bromo, perbukitan berselimut ilalang hijau segera
menyegarkan mata. Gelombang perbukitan ”berkarpet” hijau itu terkenal sebagai
Bukit
Teletubbies. Mengemudi lebih jauh terhampar lautan pasir. Embusan angin gunung
mengukir pola unik di atas pasir. Dari lautan pasir ini, ada jalur pendakian ke
kawah Bromo.
Berbagai kendala
Pelaku
wisata kesulitan mengangkat potensi lain di Bromo, termasuk budaya, karena
menilai pasarnya lemah. Memang ada turis yang tertarik menyelami budaya, yang
biasanya berasal dari Eropa. Namun, jumlahnya tak signifikan.
Kebijakan
pemerintah untuk mengembangkan kawasan Bromo juga dinilai kurang maksimal
karena ada tiga kabupaten yang berkepentingan terhadap kawasan wisata itu.
”Membuat satu kebijakan saja jadi sulit karena harus atas persetujuan tiga
kabupaten,” kata Haryono, yang juga mantan Ketua Asosiasi Perusahaan Perjalanan
Wisata Indonesia (Asita).
Selain
itu, warga sepertinya juga belum siap menerima wisatawan. Tarif penginapan,
misalnya, sering ditawarkan tanpa standar. Anna dan Ben, turis dari Jerman,
misalnya, mengaku merasa tertipu. Mereka membayar hotel lebih mahal
dibandingkan tarif normal. ”Kami malam sampai di Bromo, jadi yang penting dapat
kamar. Ternyata setelah kami bandingkan harganya, kami membayar lebih mahal,”
ujar Anna.
Pengunjung
dilarang bermobil ke area wisata. Pilihannya, jalan kaki atau menyewa kuda,
sepeda motor, atau jip.
Untuk
membujuk wisatawan memakai jasanya, operator alat transportasi kerap
menyampaikan informasi menyesatkan. Hal itu misalnya mengatakan, jarak ke suatu
lokasi sangat jauh dan sulit dijangkau kendaraan pribadi sehingga perlu menyewa
kendaraan. Terkadang dengan tarif mahal. Harga sewa jip selama 30 menit perjalanan
pulang-pergi Rp 300.000.
Bagaimanapun
keadaannya, Bromo magnet wisata Jawa Timur. Haryono mengatakan, dalam ajang
tahunan Majapahit Travel Fair, pelaku wisata Jatim berupaya mengenalkan
destinasi baru kepada biro wisata dari berbagai negara. Namun, agen perjalanan
dari berbagai negara selalu meminta ke Bromo.
Sayangnya,
andalan di Bromo hanya pemandangan. Keramahan dan keunikan budaya luput dari
perhatian. (Indira Permanasari/Ahmad Arif)
Pendapat :
Keindahan adalah sesuatu yang bagus, permai,cantik,elok dan sebagainya.keindahan adalah sesuatu yang memanjakan mata dengan sesuatu yang indah, dimana keindahan itu dapat menjernihkan pikiran manusia, dan menghilangkan kejenuhan dari rutinitas sehari-hari. keindahan alam adalah sesuatu pemandangan yang indah,dan nikmat untuk dilihat. keindahan alam harus dilestarikan dengan baik, sebab keindahan alam itu merupakan bagian dari elemen dari suatu wilayah.
Sumber :
Sumber :
http://ocw.gunadarma.ac.id/course/psychology/study-program-of-psychology-s1/ilmu-budaya-dasar/manusia-dan-keindahan
Comments
Post a Comment